Setiap malam tanggal 31 Desember menjelang pergantian malam tahun baru masehi, milyaran
orang di penjuru dunia merayakan malam pergantian tahun dengan berbagai macam
perayaan seperti pesta kembang api, meniup terompet, pertunjukkan musik, dan
aneka pesta pora lainnya. Bahkan di negeri kita ini, yang mayoritas penduduknya
adalah muslim, juga tidak kalah hebohnya pesta pora perayaan tahun baru yang
terjadi setiap tahunnya. Pertanyaannya adalah, sebenarnya apa yang sedang kita
rayakan? Adakah dasar kuat yang menjadikan tahun baru masehi menjadi sebuah
perayaan? Pertanyaan simple, tetapi kebanyakan dari kita tidak memahami atau
belum memahaminya.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS 17:36).
Merujuk pada ayat tersebut, sebagai seorang muslim
wajib bagi kita berpikir dan mencari tahu lebih jauh mengenai perayaan tahun
baru masehi. Apa sebenarnya dasar dari perayaan tahun baru masehi? Bagaimana sejarahnya
dan berasal dari kaum mana? Hal ini penting kita tahu agar kita tidak terjebak pada
aktifitas yang sia-sia bahkan berakhir pada kesesatan.
Sejarah Tahun
Baru Masehi 1 Januari
Menurut catatan Encarta Reference Library Premium
2005, orang yang pertama membuat penanggalan kalender Masehi adalah kaisar
Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Penanggalan ini dibuat pada 45 SM. Sebelumnya, bangsa Romawi
kuno telah memiliki kalender tradisional sejak abad ke-7 sebelum masehi. Namun
kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem
kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan
matahari, dan menempatkan bulan Martius ( atau maret pada saat ini) sebagai
awal tahunnya.
Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional
ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius,
3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7) Quintilis, 8) Sextilis, 9)
September, 10) October, 11) November, 12) December. Di tahun 44 SM, Julius
Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli). Sementara
kaisar berikutnya yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan
nama dirinya, yaitu “Agustus”. Sehingga sampai sekarang, bulan- bulan ini yang
dipakai, mulai dari junius, Julius, kemudian bulan Agustus.
Perayaan Tahun
Baru Masehi 1 Januari
Di beberapa wilayah dan negera di dunia, bulan
Januari merupakan upacara keagamaan. Januarius (Januari) diambil dari nama dewa
Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua, muka menghadap ke depan sebagai simbol
msa depan dan muka yang satu lagi menghadap ke belakang sebagai simbol masa
lalu. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus yang diartikan sebagai
gerbang menuju tahun yang baru.
Dewa Janus merupakan sesembahan kaum Pagan Romawi. Kaum
Pagan, atau dalam bahasa kita disebut kaum kafir penyembah berhala. Ternyata
hingga saat ini budaya, ritual, dan upacara keagamaan kaum pagan ini telah merasuk dan mewarnai kehidupan
kita tanpa kita sadari termasuk salah satunya adalah perayaan pada malam tahun baru. Kaum Pagan
juga merayakan tahun baru mereka dengan menyalakan kembang api, membuat api
unggun dan mengitarinya, memukul lonceng, dan meniup terompet.
![]() |
Sejarah Perayaan Tahun Bary Masehi |
Bulan Januari juga ditetapkan setelah Desember
dikarenakan Desember adalah pusat Winter Soltice. Winter Soltice adalah bulan
dimana kaum pagan yang merupakan penyembah Matahari merayakan ritual mereka
saat musim dingin. Tanggal 1 Januari adalah seminggu setelah pertengahan Winter
Soltice, yang merupakan perayaan Paganisme (Penyembah matahari) dan ritual
mereka di musim dingin.
Tanggal 1 Januari juga dirayakan oleh orang Persia
yang beragama Majūsî. Mereka orang majusi yang menyembah api menjadikan tanggal
1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz. Kaum
Majūsî meyakini bahwa Tuhan menciptakan cahaya pada tahun baru, sehingga mereka akan
merayakan peristiwa yang “Agung” ini
Dalam buku Nihâyatul ‘Arob dan al-Muqrizî
dalam al-Khuthoth wats Tsâr. Menjelaskan bahwa kaum Majūsî menyalakan
api dan mengagungkannya dalam perayaan
tahun baru ini. Mereka berkumpul di
jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan
wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman
keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang
yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air
bercampur kotoran. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.
Bagaimana
Menyikapi Perayaan Tahun baru Masehi?
Kita telah mengetahui bersama bahwa sejarah perayaan
tahun baru merupakan perayaan dan ritual keagamaan kaum kufar. Sebagai muslim
kita harus menghindari dan menjauhi perilaku dan budaya dari kaum kufar.
Cukuplah firman Allah menjadi pengingat kita:
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”
(QS. Al isra’: 36)
Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka
dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Selain itu, masih teramat banyak keburukan dari
perayaan tahun baru ini. Seperti tindakan pemborosan, menyia-nyiakan waktu, dan
terjerumus pada perbuatan zina.
Pemborosan
Perayaan tahun baru seringkali dibarengi dengan diselenggarakannya
aneka pesta pora yang membutuhkan banyak uang. Misalnya berbagai macam konser
dan pesta kembang api. Hal ini termasuk bentuk pemborosan yang dibenci oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian;
kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya.” (HR. Bukhari).
Menyia-nyiakan
Waktu
Merayakan aktivitas tahun baru dengan berhura-hura merupakan perbuatan sia-sia tanpa manfaat. Padahal,
dalam Islam, waktu sangatlah berharga sehingga Allah bersumpah demi waktu.
Imam Syafi’i membuat kesimpulan yang sangat tepat
terkait dengan waktu:
“Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil)”
“Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil)”
Waktu merupakan sesuatu yang sangat berharga,
keberadaannya tidak bisa ditukar dengan harta benda, dan tidak bisa pula
diulangi datangnya. Semoga kita menjadiorang-orang yang pandai mengatur dan
memanfaatkan waktu.
Silahkan Baca : Pentingnya Manajemen Waktu dan Sistem Produktivitas
Terjerumus Zina
Merupakah hal yang paling parah dalam perayaan tahun
baru. Bagi para orang tua, harus sangat mewaspadai putra-putrinya yang sudah
remaja di malam tahun baru. Fenomena ini bukan hanya cerita belaka, tetapi
fakta yang banyak terjadi di lapangan. Menjelang tahun baru penjualan kondom
laris manis di berbagai minimarket dan toko.
Perbuatan ini ada yang sudah direncanakan sebelumnya, dan ada juga yang terjadi begitu saja pada malam tahun
baru akibat pergaulan muda-mudi yang bercampur baur serta pengaruh minuman
keras dan obat-obatan yang dikonsumsi. Na’udzubillah min dzalik.
Semoga setelah membaca tulisan ini, kita bisa
menentukan sikap yang tegas dalam menyikapi perayaan tahun baru. Sikap
kita bukan atas dasar sekedar ikut-ikutan, tetapi sikap kita adalah yang
berdasarkan ilmu pengetahuan. karena kita sadar betul bahwa semuanya akan
dimintai pertanggungan jawab di Yaumil Hisab kelak.
<Diolah dari berbagai Sumber>
0 Response to "Sejarah Perayaan Tahun Baru Masehi "
Post a Comment